Pernah gak sih terpikir di benak lo tentang hal ini
"Sebetulnya
siswa-siswi di Indonesia itu pinter atau bodoh sih? Emang kondisi pendidikan di
negara ini kayak gimana sih? Udah lumayan bagus atau sebetulnya masih
jelek?"
Kalo bicara soal situasi
pendidikan, ada banyak tolak ukur yang bisa kita lihat, dari mulai prestasi
akademis, fasilitas dan infrastruktur, ketersediaan guru, jumlah sekolah,
dlsb.. Pastinya, artikel ini sendiri gak akan mampu memberikan pembahasan yang
menyeluruh. Selain cakupannya yang terlalu luas, dibutuhkan research yang
mendalam untuk mengetahui kondisi pendidikan di negara ini secara
komprehensif. But if I may, gua mau coba kupas sedikit dari
sudut pandang akademis untuk memberikan sedikit refleksi dari kondisi
pendidikan di Indonesia.
Kira-kira satu tahun yang lalu, media
nasional sempat dihebohkan dengan hasil riset berskala internasional yang
bernama PISA - Program for International Student Assessment. PISA
merupakan salah satu program kerjasama di beberapa negara yang tergabung dengan
OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) untuk melihat
perbandingan kemampuan akademis siswa berumur 15 tahun di berbagai negara dalam
bidang matematika, sains, dan membaca.
Riset yang dilakukan adalah
dengan menguji (assessment) kemampuan akademis siswa berumur 15-16 tahun
dalam bentuk ujian tertulis setiap 3 tahun sekali untuk kategori mata pelajaran
matematika, sains, dan membaca. Nah, Riset terakhir yang dilakukan itu tahun
2012 dengan menyertakan 510.000 orang siswa dari 65 negara, termasuk Indonesia.
Hasil dari ujian tersebut?
Rata-rata nilai siswa-siswi Indonesia menempati urutan KEDUA... paling
bawah dari total 65 negara
Gbgbbbbbbbbbbbb
Dulu waktu gua lihat hasil ini, hal yang pertama
terlintas di kepala gua itu juga "Wah untung negara Peru ikut
berpartisipasi dalam PISA!". Soalnya kalo bukan karena
negara itu, Indonesia bisa dinobatkan jadi negara dengan nilai akademis
terburuk, hahaha..
Kita tunda dulu sebentar untuk mencerca
pihak-pihak yang lo pikir harus bertanggung-jawab tentang prestasi-yang-sama-sekali-tidak-bisa-dibanggakan
ini.
Ada satu hal lagi yang menarik dari riset ini.
Jadi ternyata selain menguji kemampuan akademis, riset ini juga meneliti
beberapa faktor lain, seperti tingkat kebahagiaan para pelajar. Hal itu diukur
berdasarkan hasil jawaban dari kuesioner yang pertanyaannya seputar sejauh mana
siswa di Indonesia merasa 'kerasan' atau nyaman berada
dalam lingkungan sekolah. Hipotesanya sih semakin nyaman seorang pelajar berada
dalam lingkungan pendidikan, maka semakin tinggi prestasi akademisnya. Kalo
hipotesa ini benar, harusnya para pelajar Indonesia sangat tidak bahagia dong
di lingkungan Sekolah?
Nah, setelah diolah datanya, hasilnya cukup
mengejutkan. Ternyata Indonesia menempati urutan PERTAMA (kali
ini beneran dari atas)... sebagai pelajar yang paling bahagia dengan
mengalahkan 64 negara lain-nya!
So kesimpulannya gimana?
" PELAJAR INDONESIA ITU BODOH DAN BAHAGIA "
itulah headline yang marak bermunculan di
berbagai media pada lalu. Miris yah ngeliatnya. Tapi tunggu dulu. Emang kita
terima-terima aja nih hasil dari survey dari lembaga internasional ini?
Emangnya cara mereka mengambil sample udah pasti tepat dan mewakili 80 juta
populasi pelajar Indonesia?
APAKAH TINGKAT KEBAHAGIAAN SISWA BERHUBUNGAN DENGAN PRESTASI AKADEMIS?
Hipotesa awal yang dibangun oleh PISA ini..
"Semakin tinggi tingkat kebahagiaan siswa di Sekolahnya, maka semakin
tinggi tingkat prestasi akademisnya."
Dengan hasil yang didapat dari negara Indonesia,
apakah itu berarti justru mengindikasikan, "Semakin rendah
tingkat pemahaman akademis siswa, berarti semakin tinggi tingkat
kebahagiaannya"?
Well kalo kita lihat skema gambar di bawah ini :
Lo bisa lihat sumbu X horizontal menunjukkan
tingkat kebahagiaan, sedangkan sumbu Y vertikal menunjukkan tingkat kemampuan
akademis. Bisa dilihat bahwa Indonesia ada di sudut kanan bawah, mewakili
kategori "bodoh dan bahagia", sebaliknya Korea di sudut kiri atas
mewakili kategori "pintar tapi gak bahagia."
Tapi kalo lo perhatiin baik-baik, ada aja tuh
negara yang berprestasi tapi bahagia seperti Singapore di sudut kanan atas,
juga sebaliknya ada siswa yang tidak bahagia dan juga tidak berprestasi,
seperti Qatar. So, kita bisa melihat bahwa kedua variabel ini tidak memiliki
hubungan sebab-akibat, jadi bisa dibilang,
"Tingkat kebahagiaan tidak berkorelasi dengan kemampuan akademis"
Artinya, asumsi dasar dan hipotesa awal itu tidak
terbukti. Tingkat kebahagiaan para pelajar sejauh yang gua telusuri ditinjau
dengan pertanyaan seperti "Apakah kamu bisa dengan mudah bergaul
dengan teman sekelasmu?" atau "Apakah kamu bangga terhadap
asal sekolah kamu?".
Budaya masyarakat di Korea Selatan memang
cenderung individualis sampai sepertinya perlu perjuangan ekstra buat dapetin
temen dalam satu kelas.. Bandingin aja dengan budaya di Indonesia, baru juga
3-4 hari lo masuk kelas baru, bisa jadi udah kenal semua temen-temen
sekelas. So, dengan adanya faktor lain (budaya) tersebut, kita gak bisa
bilang bahwa kalo kita enjoy dengan lingkungan sekolah berarti semakin
berprestasi. Disini sebenernya point yang mau gua tunjukin adalah : Lo
jangan pernah dengan mudah ngeliat hasil survey itu sebagai sesuatu yang pasti
benar, walaupun survey tersebut dilakukan oleh lembaga internasional sekalipun.
Kita harus bisa berpikir kritis untuk melihat segala hal dan jeli melihat
permasalahan dari sudut pandang yang lebih luas.
JADI APAKAH SURVEY DARI PISA INI NGACO DAN GAK BISA KITA PERCAYA?
Pengambilan sampel dari riset PISA ini memang
jadi topik panas di berbagai negara. Gua sendiri pun sempat skeptis apakah
pengambilan sampel oleh PISA ini bisa mewakili dan menjadi potret kemampuan
akademis seluruh pelajar di Indonesia. Lihat saja Negara China, pengambilan
sampel yang diambil dari Kota Shanghai, Hong Kong, dan Macao yang
sudah maju - kenapa pengambilan sampel-nya gak tersebar sampai tempat terpencil
seperti Kashgar atau Xinjiang? Mungkin kalau saja hal yang sama
dilakukan untuk Indonesia, misalnya pengambilan sampel diambil dari Jakarta,
Jogyakarta, atau Surabaya - hasilnya tidak akan seburuk ini.
Terlepas dari semua itu, survey dari PISA ini
patut mendapatkan apresiasi. Dengan upaya mengumpulkan data dari 65 negara dan
diolah dengan cara yang tepat, ada banyak hal lain yang bisa kita lihat selain
hanya sebatas ranking antar negara - yaitu menjadi refleksi bahwa
para siswa yang menjadi sample belum mampu menjawab kualitas PISA dengan baik.
Jadi, kita gak perlu dulu deh liat perbandingan
antar negara, kita akui saja kalo emang hasilnya jelek. Gak usah nyari siapa
yang patut disalahin. Justru nih, gua penasaran sama kualitas soal yang
diujikan di PISA itu seperti apa sih? Kok bisa sih siswa-siswi yang jadi sampel
survey ini sampai kesulitan buat ngejawab soalnya. Yuk kita sama-sama lihat 2
contoh soal PISA di bawah ini..
CONTOH SOAL PISA
SOAL 1 PISA
Gimana menurut lo 2 soal di atas? Nah disini gua
gak akan langsung bahas soalnya, biar lo pikirin dulu terus coba lo bahas di
comment bawah artikel ini. Cuman tebakan gua sih, sebagian besar diantara lo
bakal mikir kalo soal ini kegampangan. Iya gak? Kenapa gua bisa nebak gampang?
- Soalnya gue tau kalo sebagian besar pembaca blog ini berumur lebih dari 15 tahun
- Kemungkinan yang bisa akses blog ini bersekolah yang memiliki kualitas di atas rata-rata
- Sebagian besar audience blog ini pake zenius jadi pinter-pinter
Jadi kalo lo termasuk diantara 3 kategori di
atas, jangan sombong dulu kalo cuma bisa menyelesaikan 2 soal di atas. Nah,
kenyataannya nih, dari sekitar 7000 - 8000 siswa Indonesia berumur 15 tahun
yang mengikuti survey PISA - yang bisa ngejawab dengan bener soal nomer 1 itu
kurang dari 1% - berarti kurang dari 80 orang !! Parah banget yak.. Apakah memang
rata-rata siswa berumur 15 tahun di Indonesia kaga bisa menyelesaikan soal di
atas?
JANGAN-JANGAN SISWA DI INDONESIA MEMANG BODOH DIBANDINGKAN KEBANYAKAN NEGARA LAIN?
Bicara soal tingkat kemampuan akademis siswa di
Indonesia memang topik yang agak absurd. Di berbagai media, pemberitaan seputar
nasib para pelajar bisa sangat ekstrim. Di satu sisi ada banyak cerita miris
tentang kondisi pendidikan yang tidak merata di sudut-sudut terpencil
Indonesia. Sampai-sampai anak kelas 12 SMA ada yang masih tidak mengerti konsep
aljabar sederhana, gak bisa membaca teks bahasa inggris, bahkan masih buta peta
geografis negara sendiri.
Di sisi lain, tidak jarang juga kita dengar
semilir "angin segar" tentang berita keberhasilan prestasi anak
bangsa yang meraih gelar juara olimpiade matematika, fisika, sains, robotic,
dll di ajang olimpiade akademis berkelas dunia..
Tapi kembali lagi, apakah gelar juara olimpiade
akademis itu bisa mewakili kondisi pendidikan di Indonesia? Atau mungkin hanya
untuk sekadar 'pembelaan semata' di tengah carut-marut kondisi pendidikan yang
sebetulnya memprihatinkan? "Hei pelajar Indonesia itu ternyata
cerdas lho.. bisa ngalahin pelajar-pelajar dari negara lain dalam kompetisi
robot. Hebat yaah Indonesia!"
Tanpa mengurangi rasa apresiasi gua pada para
siswa berprestasi yang telah mengharumkan nama Indonesia - Tapi apa artinya
pembuktian segelintir siswa-siswi kita yang cerdas dan berprestasi ini, padahal
sebetulnya pendidikan secara merata masih sangat memprihatinkan.
JADI SEBETULNYA MASALAH PENDIDIKAN DI INDONESIA INI APAAN SIH?
Masalah pendidikan di Indonesia itu
multidimensional, dari mulai ketersediaan guru berkualitas, ketersediaan buku
dan akses informasi, ketersediaan infrastruktur, kurikulum yang tepat, metode
belajar-mengajar yang cocok, cara penyampaian yang mudah dicerna, dan masih
banyak lagi.
Tapi, gua gak mau kita coba bahas panjang lebar
hal yang terlalu ngawang-ngawang, abstrak, dan di luar jangkauan kita. Kita
coba dulu deh liat masalah yang sederhana dari hasil refleksi PISA tahun 2012
lalu.
" Kok bisa yah sebagian besar sampel pelajar berumur 15 tahun di Indonesia itu gak bisa jawab pertanyaan dari PISA??"
Coba deh lo liat lagi 2 soal di atas dengan
seksama. Soal itu mungkin bagi sebagian dari kita cenderung mudah, tapi kalo
diperhatiin, sebetulnya soal itu "lain dari yang lain" alias
sama sekali berbeda dengan soal-soal yang biasa ditemui di
buku cetak terbitan lokal atau Ujian Nasional sekalipun..
So, gua punya dugaan kuat.. kalo siswa yang gak
paham tentang konsep dasar matematika dan ngeliat 2 soal seperti di atas, hal
yang terlintas di benak siswa tersebut adalah :
" Duh, ini soal apaan yah.. gua baru lihat ada soal aneh begini. NGERJAINNYA PAKE RUMUS APA YAH?? Duh gua gak tau rumusnya nih. Gak pernah diajarin di kelas, gak pernah dikasih tau juga rumus dan triknya sama guru matematika di kelas.. "
Sounds familiar sama pikiran
di otak lo? Yup, jujur aja gua juga pernah mikir hal konyol kayak di atas. Baru
liat soal, belum direnungkan dulu soalnya, langsung mikirnya SOAL INI
PAKE RUMUS YANG MANA YAH?
Seolah-olah semua persoalan matematika itu bisa
diselesaikan dengan tau rumusnya dan tinggal masuk-masukin ke rumusnya doang.
Padahal esensi dari matematika itu sebagai abstract modelling
untuk melatih logika berpikir yang tepat.
Bisa dibilang, sistem pendidikan (dari mulai cara
mengajar sampai kualitas soal) yang diajarkan di Sekolah pada umumnya - secara
gak langsung membuat siswanya dilatih untuk menghafal pola soal dan
mengandalkan rumus, bukan memahami konsep yang dipelajari.
So, menurut gua, ITULAH PENYEBAB kenapa sampel
pelajar Indonesia (15-16 tahun) itu nyaris membuat Indonesia menjadi juru kunci
dalam assessment PISA 2 tahun lalu.. dan menurut gua,
Inilah salah satu masalah paling kronis dalam dunia pendidikan kita. Jadi
jangan heran kalo sistem pendidikan di Indonesia ini cuma melahirkan
manusia-manusia yang hanya mengikuti instruksi, bukan menyelesaikan
masalah.
***
Gua tau dengan menulis ini, kita gak akan bisa
menyelesaikan permasalahan ini dalam sekejap. Tapi dimana-mana kunci
dari menyelesaikan masalah adalah, identifikasi dulu masalahnya. So
disini gua coba untuk membuat langkah awal dari identifikasi masalah itu.
Sejauh ini sudah banyak gerakan pendidikan yang patut diapresiasi dengan
mencoba untuk menjadi solusi dari permasalahan pendidikan di Indonesia yang
pelik ini - termasuk salah satunya juga dengan zenius. Jadi, harapan gua sih..
zenius bisa turut berkontribusi dalam gerakan revolusi pendidikan Indonesia
yang lebih baik
0 komentar:
Posting Komentar